Siapa yang nggak tau Dilan? Semenjak —atau bahkan sebelum? Dilan 1990 dirilis filmnya pada awal tahun 2018, hampir semua orang membicarakan Dilan, atau lebih tepatnya gombalan-gombalan Dilan.
"Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore, tunggu aja."
"Jangan rindu, berat. Kamu nggak akan kuat, biar aku saja."
Bagi orang yang sering menggunakan sosial media, tentu kedua kutipan diatas sudah tidak asing lagi. Kata-kata romantis oleh Dilan kepada Milea tersebut bahkan sering dijadikan meme yang memenuhi timeline sosial media sampai rasanya bosan melihat Dilan lagi Dilan lagi. "Apaan dah, too cheesy kok bisa banyak yang suka sih?" adalah apa yang aku pikirkan setelah melihat timeline yang itu itu melulu dan trailer film Dilan. Iya, jujur waktu liat rasanya itu terlalu romantis dibuat-buat kayak sinetron, not my style lah pokoknya. Walaupun sebenarnya aku sendiri sebagai orang yang suka baca buku, sudah tahu tentang Dilan sejak lama, banyak yang bilang bukunya bagus. Penasaran sih, tapi nggak yakin jadi selalu memilih untuk beli buku yang lain, pilih pinjam aja kalau ada yang punya hehehe. Sampai akhirnya buku ini dibuat film, aku belum baca bukunya.
Sebulan setelah film tersebut rilis, demam Dilan sudah mulai reda, dan akhirnya aku nemu orang yang punya buku ini! Dia salah satu teman kuliah(Ufi) yang kebetulan memang suka karya Pidi Baiq (she wrote her review about Dilan too! check it out here. Maap maap lho ya pik kalo ternyata nggak ada yang baca blogku :( ). Aku sendiri pernah pinjem Drunken Monster tapi baru baca sekilas soalnya bingung sama bahasanya hehe. Atau emang waktu itu lagi nggak mood baca ya? Pokoknya pada akhirnya baca sekilas doang nggak sempet dipahami lebih jauh haha. Walaupun awalnya masih ragu, aku mencoba baca buku pertama yang menceritakan tentang kisah kasih Dilan dan Milea. Diluar dugaan, first impression ku terhadap versi novel jauh berbeda dengan trailer filmnya! Entah bagi orang lain, tetapi hal yang bagiku menekan kesan cheesy dari gombalan maupun sisi fangirl Milea terletak pada gaya bahasa yang digunakan. Novel yang diceritakan dari sudut pandang Milea ini ditulis dengan bahasa yang terkesan santai dan tidak dibuat-buat, seperti Milea benar-benar sedang bercerita langsung kepada pembaca. Bisa jadi juga karena pada novel pembaca bebas membayangkan bagaimana tokoh Dilan dan Milea, bahkan sampai detail terkecil seperti intonasi berbicara maupun gerak-gerik mereka. Saat seseorang membaca maka pikirannya akan berubah menjadi teater kecil yang mana pembaca merupakan sutradaranya dan tokoh yang memainkan merupakan tokoh 'asli' versi pembaca. Sementara pada film, banyak hal yang mempengaruhi hasil akhirnya. Cara pemeran memainkan karakter tokoh tersebut merupakan salah satu kunci utama yang penting untuk menjadikan sebuah novel menjadi seperti apa yang dibayangkan sebagian besar pembaca. Kebetulan saja aku adalah salah satu orang yang—dengan hanya melihat trailer belum terpuaskan dengan cara Dilan melontarkan gombalan kepada Milea. Mungkin aku harus nonton full filmnya dulu sebelum benar-benar memutuskan apa ini merupakan salah satu film yang—bagiku berhasil mengadaptasi novel dengan baik. Sejauh ini sih film yang menurut pendapatku diadaptasi dengan baik dari novel itu Harry Potter, Wonder, dan The Little Prince karena feel yang didapat cukup seimbang antara film dengan novelnya sendiri.
Sementara itu dari cara penulisan, gaya bahasa Pidi Baiq sebenarnya mengingatkanku pada translated fics (TF) Korea. Mungkin banyak yang nggak tau apa itu TF karena memang cerita jenis ini populer diantara international fans dari kpop pada awal era hingga sekitar tahun 2005 sebelum akhirnya semakin susah ditemui. TF sendiri di kalangan fans kpop merupakan sebutan untuk karya fiksi baik fanfiction maupun cerita dengan tokoh buatan sendiri yang ditulis oleh Korean author di suatu web dengan bahasa korea. Cerita yang populer kemudian akan di translate oleh fans agar dapat dibaca oleh fans internasional. Saat ini TF sudah tidak populer karena sebagian besar fanfic sudah ditulis dalam bahasa inggris. Sedikit menyimpang tapi kalau mau lihat kpop fic history bisa lihat disini. Nah, pada TF ini mereka menggunakan sudut pandang tokoh utama dengan gaya bahasa yang tidak formal, seperti sang tokoh benar-benar sedang bercerita, dan bahkan menggunakan emoticon seperti Ù©(^á´—^)Û¶ ( ^∇^) ( ̄▽ ̄)ノ atau sejenisnya sehingga membaca jadi menyenangkan. Hanya saja penulisan Pidi Baiq masih cukup formal dibanding TF. Yah mungkin juga karena itu 'translated' dan dalam bahasa inggris tidak ada batasan formal-semi formal-non formal yang jelas seperti Bahasa Indonesia maupun Bahasa Korea. Tetapi keduanya sama-sama membuat membaca jadi lebih menyenangkan.
Yah itu kesanku terhadap novel Dilan. Entah kenapa cara penulisan Pidi Baiq lebih memberikan kesan dari pada cerita itu sendiri haha. Kalau dari ceritanya udah pada tau lah ya makna yang disampaikan apa, udah banyak yang review.
Setelah sekian lama nggak nulis dan hampir lupa ada blog ini karena nggak ada sesuatu yang menurutku bisa diceritakan, tulisan Ufi bikin pengen nulis juga tapi nggak tau mau nulis apa. Karena novel Dilan nya Ufi juga akhirnya ada yang bisa di tulis di blog ini ehehehe Terimakasih Ufi! And well, sepertinya aku bakalan pinjam Drunken Monster lagi untuk dibaca ulang. Semoga setelah ini paham inti ceritanya yha.